Sejarah Gerakan Buruh Indonesia - Bab IV



IV.                Penghancuran Gerakan Buruh oleh Orde Baru (1965-1998)


Ø  Kenaikan orde baru membawa serta para imperialis untuk masuk kembali lewat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada modal asing, khususnya UU Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967.

Ø  Untuk kepentingan atas modal itu, dimulailah penghancuran (depolitisasi) besar-besaran terhadap kekuatan buruh dan sejarah perjuangannya. Label “buruh” pun diganti dengan penggantian jabatan menteri perburuhan menjadi menteri tenaga kerja dan dipopulerkannya istilah karyawan (berasal dari golongan karya). Melanjutkan stigmatisasi di zaman kolonial, Orde Baru juga menggunakan hal yang sama. Setiap ada gejala pergerakan buruh langsung dituduh sebagai komunis.

Ø  Pada tahun 1969, atas rancangan pemerintah, Sekber Buruh sempat membentuk Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) sebagai wadah komunikasi sekaligus sebagai alat kontrol pemerintah.

Ø  Pada tahun 1971 pemerintah melakukan perampingan terhadap partai-partai politik yang mengakibatkan serikat-serikat buruh yang tergabung dalam MPBI tidak lagi tergantung pada partai politik pendukungnya.

Ø  Berdasarkan Keppres tanggal 29 November 1971 didirikan Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (KORPRI), yang menghimpun seluruh pegawai sipil pemerintah dalam satu wadah. Serikat-serikat buruh yang semula ada di tiap-tiap kementrian kemudian tersingkir dengan adanya lembaga ini. Tekanan-tekanan dilakukan terhadap kegiatan serikat-serikat buruh yang tidak terkena pelarangan atau pembantaian.

Ø  Tanggal 20 Februari 1973 pemerintah akhirnya mendirikan Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) sebagai satu-satunya organisasi federasi buruh yang memasukkan seluruh organisasi yang ada dalam MPBI. FBSI dimpin oleh Agus Sudono (semula dari GASBIINDO) dengan sekjen Sukarno (dari OPSUS). Organisasi federatif ini beranggotakan Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP). Pengelompokan serikat buruh ditentukan berdasarkan jenis pekerjaan. Sekalipun telah berada dalam pengawasan negara, SBLP ini masih berperan penting dalam kegiatan gerakan buruh. Kedudukan mereka yang otonom membuatnya sulit dikendalikan, oleh FBSI sekalipun.

Ø  Tanggal pendirian FBSI kemudian ditetapkan menjadi Hari Pekerja Indonesia sebagai pengganti dari Hari Buruh Internasional (1 Mei) yang sebelumnya ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Ø  Setelah berdiri selama 8 tahun, Agus Sudono mengklaim bahwa FBSI memiliki 21 SBLP, 26 DPD FBSI, 268 DPC, 8.210 basis SBLP. Kasus perselisihan buruh sementara itu semakin meningkat, dan rupanya FBSI tak sanggup menangani berbagai perkara.

Ø  Setelah bertahan selama 12 tahun, pada tahun 1985 FBSI lalu diganti menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang menggunakan sistem unit-unit kerja.

Ø  SPSI pada awalnya memiliki 9 Departemen, lalu setelah tahun 1994 setelah merubah bentuk menjadi federasi, kemudian melebarkan sayap dengan membentuk 13 Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) yang ada sampai sekarang.

Ø  Keadaan gerakan buruh di bawah SPSI hanya merupakan formalisasi dan ilusi adanya kebebasan berorganisasi. Dalam kenyataan, sentralisasi yang sangat ketat oleh negara menjadikan SPSI bukan organisasi yang memperjuangkan kepentingan buruh. Perubahan kata 'buruh' menjadi 'pekerja' menjadi simbol putusnya hubungan gerakan buruh dengan masa lampau.


Riak-riak Kebangkitan

Ø  Tampaknya keresahan dan penderitaan buruh tidak dapat dihambat hanya dengan peraturan-peraturan yang melarang mogok dan intimidasi-intimidasi aparat. Pemogokan atau aksi secara spontan dan tanpa organisasi serikat terus terjadi sepanjang orde baru, dan mulai meningkat setelah tahun 1990. Gerakan pemogokan yang terjadi sepanjang 1990 sampai 1998 umumnya terjadi tanpa terlebih dahulu membentuk serikat pekerja secara formal (karena persyaratan yang sangat ketat oleh Orba).

Ø  Pada April tahun 1992 beberapa kalangan ORNOP/NGO/LSM  bertemu di Cipayung, Bogor dalam rangka “pertemuan buruh nasional” yang diikuti juga oleh Abdurachman Wahid (tokoh NU), Sabam Sirait (PDI Mega). Akhir pertemuan ini kemudian menyepakati pendirian Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Namun pemerintah saat itu langsung bereaksi. Pimpinan SBSI diteror, buruh yang terlibat dikenai PHK sepihak, dan SBSI dilarang melakukan kongres ataupun pertemuan.

Ø  Selanjutnya pada tahun 1994 lahir pula Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) sebagai organisasi yang untuk pertama kalinya (setelah orde baru) menggunakan simbol-simbol berwarna merah. Beberapa aktivis PPBI dan juga SBSI saat itu sering menjadi aktor-aktor dari pemogokan buruh di beberapa daerah.

Ø  Pada tahun 1994 juga terjadi aksi besar-besaran di Medan, yang melibatkan puluhan ribu massa buruh. Pasca aksi ini beberapa aktivis buruh ditangkap.

Ø  Pasca peristiwa 27 Juli 1996 (penyerbuan kantor PDI—yang kemudian melahirkan PDI Perjuangan), terjadi penangkapan dan pelarangan besar-besaran terhadap aktivitas buruh.

Ø  Namun kesadaran anti Orba yang sudah mulai meluas dikalangan rakyat tak membuat gerakan buruh lesu. Pada akhir 1997 dibentuk Komite Buruh Aksi Reformasi (KOBAR) di Jabotabek. Kobar terlibat dalam aksi-aksi konvoi dan pendudukan DPR/MPR sampai pada terjadinya Reformasi 1998.

Bersambung...

Sebarkan Artikel Ini :
Sebar di FB Sebar di Tweet Sebar di GPlus

Tentang Unknown

Website ini tentang persatuan dan konsolidasi Perjuangan Buruh dari Serikat Buruh di tingkat basis, perusahaan maupun federasi lokal serta nasional untuk menuntaskan tugas sejarah perjuangan buruh Indonesia. Berjayalah Kaum Buruh Indonesia!
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Redaksi SGBN. Kami berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.
Untuk saran, koreksi dan hak jawab, atau pengiriman press rilis, silahkan mengirimkan email ke sgbnweblog@gmail.com