III.
Kejayaan Gerakan Buruh Pasca Kolonial (1945-1965)
Ø Setelah Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan, pada tanggal 15 September 1945, sejumlah
tokoh gerakan buruh berkumpul di Jakarta untuk membicarakan peranan kaum buruh
dalam perjuangan kemerdekaan dan menentukan landasan bagi gerakan buruh. Pada
pertemuan tersebut para wakil gerakan buruh sepakat mendirikan sebuah
organisasi yang mewakili seluruh serikat buruh yang ada. Organisasi itu diberi
nama Barisan Boeroeh Indonesia (BBI) yang mendapatkan dukungan dari pemerintah.
Ø Dalam perjuangan fisik, kaum buruh
bergabung dalam Laskar Boeroeh Indonesia (LBI) yang dengan cepat didirikan di
berbagai kota. Pada awalnya belum ada koordinasi yang jelas, sampai pada sebuah
konperensi di Blitar pada bulan Desember 1945. Soediono Djojoprajitno terpilih
sebagai ketua badan pimpinan. LBI ini juga ditetapkan sebagai badan yang secara
organisasi terlepas dari BBI dan tidak memiliki hubungan apa-apa.
Ø Di kalangan buruh perempuan, didirikan
Barisan Boeroeh Wanita yang diketuai oleh SK Trimurti (yang kemudian menjadi menteri
perburuhan). Kegiatannya ditujukan untuk memberi
pendidikan dan kesadaran pada kaum buruh perempuan, dan terhadap perlunya persatuan.
Ø Dalam kongres pertama, BBI diusulkan
untuk berubah menjadi Partai
Boeroeh Indonesia (PBI). Walau kongres
memutuskan BBI melebur kedalam PBI yang diketuai oleh Sjamsju Harja Udaja, namun karena timbul perdebatan, akhirnya konferensi PBI
di Blitar menyetujui untuk menghidupkan kembali BBI.
Ø Dalam kegiatannya, PBI menyebarkan
gagasan sindikalis; instalasi industri yang diambilalih oleh buruh harus tetap
dipegang oleh buruh, dan bukan oleh pemerintah. Perusahaan harus dijalankan
kembali oleh buruh-buruhnya. Sikap bertentangan ditunjukkan oleh Partai
Sosialis yang menguasai kabinet (Sjahrir) dan akibatnya PBI tidak mendapat sambutan
luas sebagaimana mereka harapkan sebelumnya. Kelas buruh (industri) pada masa
itu masih merupakan bagian kecil saja dari penduduk dan belum terorganisir
secara politik, sehingga terlalu kecil untuk menjadi basis politik yang
benar-benar kuat.
Ø Pada periode-periode 1945-1947 sejumlah
serikat buruh kembali dibentuk, seperti Serikat Boeroeh Goela (SBG), Serikat
Boeroeh Kereta api (SBKA), Serikat Boeroeh Perkeboenan Repoeblik Indonesia
(Sarbupri), Serikat Boeroeh Kementrian Perboeroehan (SB Kemperbu), Serikat
Boeroeh Daerah Autonom (SEBDA), Serikat Sekerjdja Kementrian Dalam Negeri
(SSKDN), Serikat Boeroeh Kementrian Penerangan (SB Kempen), dan sebagainya.
Banyak di antara pemimpin serikat-serikat buruh ini menjadi tokoh gerakan buruh
pada masa sebelumnya, dan juga ikut dibuang oleh pemerintah Hindia Belanda.
Ø Selain berdirinya banyak organisasi
serikat buruh dan partai buruh, kebangkitan gerakan buruh juga ditandai dengan
dimulainya perayaan hari buruh internasional (May Day) pada 1 Mei 1946, dan
ditetapkannya hari tersebut sebagai hari libur nasional oleh pemerintah.
Pendapat-pendapat buruh juga jarang diabaikan pemerintah, bahkan
organisasi-organisasi buruh selalu dilibatkan dalam mengambil keputusan.
Penyatuan dan
Perpecahan
Ø Dengan banyaknya serikat buruh yang lahir, kembali muncul keperluan mendirikan
sebuah federasi serikat buruh. Mengenai pembentukan federasi serikat buruh ini
muncul perbedaan pendapat, sehingga pada tanggal 21 Mei 1946 didirikan
Gaboengan Serikat-Serikat Boeroeh Indonesia (GASBI) sebagai hasil peleburan
BBI.
Ø Perubahan nama ini juga terlihat dalam
perubahan bentuknya, karena hanya organisasi yang dibentuk berdasarkan lapangan
kerja yang dapat bergabung di dalamnya. Kenyataan ini sulit diterima oleh
organisasi buruh vertikal, seperti SB Minjak, SB Postel, Pegadaian, PGRI,
Listrik dan lainnya. Mereka kemudian membentuk Gaboengan
Serikat Boeroeh Vertikal (GSBV) pada bulan Juli 1946.
Ø Namun perpecahan ini tak berlangsung lama dan tanggal 29 November
1946 didirikan Sentral Organisasi Boeroeh Indonesia (SOBSI), yang menggantikan
kedua federasi sebelumnya. LBI yang semula berdiri sendiri pun kemudian masuk ke dalam SOBSI. Organisasi ini
dipimpin oleh tokoh-tokoh gerakan buruh seperti Harjono, Asrarudin, Njono dan
Surjono. Organisasi ini juga mendapat dukungan dari sejumlah kekuatan politik
seperti Partai Sosialis, PBI, Pesindo, Barisan Tani yang mendukung pemerintahan
Sjahrir di masa itu. Dalam azas pendiriannya dinyatakan bahwa SOBSI bukan
partai politik, tapi dalam perjuangannya akan bekerjasama dengan partai-partai
politik. SOBSI pada dekade 1950 sampai 1960-an
menjadi federasi serikat buruh terkuat di Indonesia, baik dari segi jumlah
maupun aktivitasnya.
Ø Perpecahan sesudah Perjanjian Renville
tidak dapat dihindari karena adanya perbedaan pendapat dalam garis politik. Golongan yang tidak setuju dengan
pemerintahan Sjahrir akhirnya membentuk Gaboengan Serikat Boeroeh
Revoloesioner Indonesia (GASBRI) yang kemudian menjadi SOBRI.
Peta Politik Gerakan Buruh
Ø Dalam situasi negara yang menentang
imperialisme, organisasi-organisasi buruh terus bermunculan. Selain di Jawa,
organisasi-organisasi buruh juga bermunculan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
baik dalam bentuk serikat buruh perusahaan, sektor usaha, maupun federasi.
Ø Disamping urusan pabrik yang mereka
hadapi sehari-hari, kaum buruh juga terlibat dalam aktivitas politik. Contohnya protes yang mereka lakukan dalam kasus Irian Barat. Tidak kurang dari satu juta buruh turun melakukan protes pada
akhir tahun 1957 sehubungan dengan masalah Irian Barat. Secara bertahap, organisasi-organisasi
buruh akhirnya memiliki kecenderungan politik masing-masing, sebagai buah dari
era kebebasan berpolitik pasca kemerdekaan.
Ø Buruh yang terlibat dalam organisasi di
tahun 1950-an tercatat jumlahnya mencapai antara 3-4 juta
orang. Kaum buruh ini bergabung di bawah sekitar 150 serikat buruh nasional,
dan ratusan serikat buruh lainnya di tingkat lokal, yang tak memiliki afiliasi
di tingkat nasional.
Ø Kebesaran organisasi gerakan buruh saat itu turut menghasilkan perundang-undangan
perburuhan yang amat berpihak pada kaum buruh, semisalnya UU No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian
Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan dan UU No. 22 Tahun
1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang merupakan
UU yang dikenal di Asia sebagai UU pro
buruh.
Ø Federasi serikat buruh yang terbesar saat itu beserta
kecenderungan politik didalamnya adalah
:
1. SOBSI
dengan anggota sekitar 60% dari seluruh jumlah buruh yang terorganisir.
Federasi ini memiliki organisasi yang baik, dan paling efisien dari segi
administrasi. Seperti diketahui, federasi ini dibentuk ditahun 1946, ketika
Indonesia sedang berada dalam perang kemerdekaan. Kementerian Perburuhan di
tahun 1956 menyatakan federasi ini memiliki 2.661.970 anggota. Organisasi ini
memiliki hubungan erat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kembali ke
panggung politik pada tahun 1951 di bawah pimpinan Dipa Nusantara Aidit. SOBSI
terdiri atas 39 serikat buruh nasional dan sekitar 800 serikat buruh lokal. Di
antaranya juga yang cukup penting adalah SBG, Sarbupri, Sarbuksi (Kehutanan),
SBPP (Pelabuhan), SBKA, SBKB (Kendaraan Bermotor), SERBAUD (Angkatan Udara), SB
Postel, Perbum (Minyak), SBTI (Tambang), SBIM (Industri Metal), SBRI (Rokok),
Sarbufis (Film), SBKP (Kementerian Pertahanan), Kemperbu, SBPU (Pekerjaan
Umum), SEBDA, dan SBPI (Percetakan). SOBSI juga memiliki afiliasi dengan World
Federation of Trade Unions (WFTU). Njono yang menjadi Sekretaris Umum SOBSI
juga menjabat sebagai Wakil Presiden WFTU.
2.
Kesatuan Buruh Seluruh Indonesia (KBSI), yang didirikan pada tanggal
12 Mei 1953 . Jumlah anggotanya saat pembentukan mencapai 800. 000 orang, tapi
segera berkurang seiring dengan terjadinya perpecahan di tingkat
kepemimpinannya. KBSI memiliki
hubungan dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Serikat buruh yang menjadi pendukung federasi ini adalah
PERBUPRI (perkebunan), PBKA (kereta api), SKBM (minyak), SBP (pertambangan),
SBKPM (penerbangan), OBPSI (perniagaan). Organisasi ini tak memiliki afiliasi
dengan organisasi buruh internasional, dan amat terbatas kegiatannya pada
hal-hal yang berhubungan dengan keadilan sosial.
3. Serikat Buruh
Islam Indonesia (SBII) didirikan di bulan November 1948 oleh tokoh-tokoh Partai
Islam, Masyumi yang menyadari pentingnya gerakan organisasi buruh sebagai basis
pendukung partai. Pada tahun 1956 anggotanya diklaim sebanyak 275.000 orang
dari berbagai bidang pekerjaan. Pimpinan SBII ini dipegang oleh Mr. Jusuf
Wibisono, anggota Presidium Masyumi dan pernah menjadi Menteri Keuangan. Sesuai
dengan nama yang disandang, organisasi ini melandaskan gagasannya pada
ajaran-ajaran Quran. SBII ini memiliki afiliasi dengan International Conference
of Free trade Unions (ICFTU). Selain itu SBII juga mengadakan kontak dengan
gerakan buruh di negara-negara Islam.
4. Kesatuan
Buruh Kerakjatan Indonesia (KBKI) didirikan pada tanggal 10 Desember 1952.
Organisasi ini semula bernama, Konsentrasi Buruh Kerakjatan Indonesia, dan
memiliki hubungan dengan Partai Nasional Indonesia. Dalam salah satu
pernyataannya tertulis bahwa organisasi ini bekerja bersama PNI dalam mencapai
tujuan-tujuannya. Azas yang melandasi organisasi ini adalah Marhaenisme (ajaran
Soekarno). Pada tahun 1955 organisasi ini mengklaim memiliki anggota sebanyak
95.000 orang. KBKI ini juga adalah anggota PNI, dan keberhasilan KBKI dalam
menggalang kekuatan (ditahun 1958 ditaksir jumlah anggotanya lebih dari
setengah juta orang) tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan PNI. Walaupun
berhubungan dengan gerakan buruh di luar negeri, dan turut berpartisipasi dalam
aktivitas internasional, KBKI tetap memilih tidak bergabung dengan organisasi
internasional.
5.
Himpunan Serikat
Buruh Indonesia (HISBI) yang didirikan di tahun 1952. Organisasi ini didirikan oleh
para aktivis gerakan buruh yang dekat dengan tokoh-tokoh partai buruh. Pada
tahun 1955, anggotanya mencapai 413. 975 orang. Pada perkembangan selanjutnya
seiring dengan keberhasilan KBKI dan SOBSI, jumlahnya terus menurun dan di
tahun 1958 tercatat sekitar 50. 000 orang.
6. Sentral
Organisasi Buruh Republik Indonesia (SOBRI) yang menjadi gerakan buruh dari
Partai Murba. Ketika dibentuk di tahun 1951, organisasi ini mengklaim
anggotanya mencapai 469. 490 orang. Sama seperti HISBI, organisasi ini juga
kalah bersaing dengan SOBSI dan KBKI, sehingga pada tahun 1958 tercatat anggota
sebanyak 100. 000 orang. Sjamsu Haja Udaja yang pernah tercatat sebagai aktivis
BBI menjadi salah satu pimpinan organisasi ini. SOBRI juga berafiliasi dengan
World Federation of Trade Unions (WFTU).
7. Gabungan Serikat
Buruh Indonesia (GSBI) yang didirikan di bulan September 1949 oleh 19 serikat buruh,
termasuk PGRI dan SBDA. GSBI yang semula bergabung di bawah KBSI,
kemudian keluar dan tetap bertahan sendiri di bawah Rh. Koesnan. Tahun 1958
tercatat anggotanya sebanyak 36. 000 orang.
8.
Selain
federasi-federasi diatas, partai-partai
politik pemilu 1955 juga banyak yang ikut mendirikan
serikat-serikat buruh. Nahdlatul Ulama (NU) misalnya, mendirikan Sarikat Buruh
Muslimin Indonesia (SARBUMUSI) sebagai serikat buruh vertikal yang bernaung di
bawah panji-panji NU. Golongan Katolik mendirikan Sentral Organisasi Buruh
'Pancasila''
Pengikisan Gerakan Buruh oleh Militer dan Birokrat
Ø Tahun 1956 sampai 1959 ada dua
permasalahan besar yang saling berkaitan yang dihadapi oleh Indonesia. Yang
pertama adalah perjuangan pembebasan Irian Barat yang selalu gagal
diperjuangkan dalam PBB; dan kedua adalah permasalahan Nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan
milik asing sebagai bagian dari arus tuntutan rakyat (khususnya buruh) sejak
kemerdekaan. Pihak militer (khususnya Angkatan Darat) yang sejak tahun 1950
diuntungkan oleh kebijakan “Penguasa Perang Pusat” (Peperpu), mendapatkan ruang
yang cukup besar semasa konflik Irian Barat.
,
Ø Dengan sudah meluasnya kekuatan buruh (yang
didominasi oleh SOBSI) untuk menuntut adanya nasionalisasi, pihak militer
sebagai “penguasa perang” ketika itu takut akan penguasaan buruh atas aset-aset
perusahaan milik asing seperti yang sempat terjadi pasca kemerdekaan (yang
dilakukan oleh BBI), walau akhirnya oleh pemerintah dikembalikan lagi kepada
pihak asing.
Ø Untuk itu, pada tahun 1957 militer
menginstruksikan untuk membentuk Badan Kerjasama Militer dengan elemen-elemen
rakyat. Untuk kalangan buruh, SBII yang kemudian menjadi Gasbiindo (sebagai
kekuatan yang anti terhadap SOBSI) menjadi corong bagi terbentuknya Badan
Kerjasama Buruh-Militer (BKS Bu-Mil). Lewat BKS Bu-Mil ini, secara bertahap militer
akhirnya mampu mendominasi perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi dengan
menempatkan banyak kalangan militer sebagai manajemen.
Ø Pihak militer langsung menerapkan
peraturan larangan mogok di perusahaan-perusahaan yang sudah dinasionalisasi.
Melihat dominasi militer itu, pemerintah atas desakan rakyat kemudian
mengeluarkan PP No.23 tahun 1958 yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan
yang dinasionalisasi adalah dikuasai oleh pemerintah RI dan membentuk Badan
Nasionalisasi (BANAS) pada tahun 1959. Namun secara kenyataan (de facto), pihak militer tidak
menyerahkan perusahaan-perusahaan tersebut dengan alasan teknis dan hanya melakukan
kordinasi dengan Menteri Perdagangan.
Ø Ruang gerak federasi-federasi serikat
buruh mulai mendapat tekanan dari pihak militer dengan dijalankannya
kebijaksanaan BKS BUMIL. Hal ini pada masa sebelumnya belum
pernah terjadi.
Ø Pada bulan Juli 1960, Menteri
Perburuhan dan sekaligus ketua KBKI, Ahem Erningpraja mengajukan rancangan
untuk membentuk Organisasi Persatuan Pekerdja Indonesia (OPPI) yang diharapkan
dapat menyatukan gerakan buruh dan mengikutsertakan organisasi karyawan seperti Persatuan Karyawan
Perusahaan Negara (PKPN) yang baru terbentuk saat itu. Rancangan tersebut
ditolak oleh SOBSI, walau kemudian tetap terbentuk di berbagai daerah dengan
dukungan serikat-serikat buruh yang non-komunis dan perwira militer di
daerah-daerah.
Ø Dalam rangka mendukung Trikora untuk
pembebasan Irian Barat, tahun 1961 atas rancangan Menteri Perburuhan,
dibentuklah Sekretariat Bersama Buruh (Sekber Buruh) yang terdiri dari KBKI, SOBSI, HISSBI, GASBIINDO, SOBRI, GOBSI Indonesia,
SARBUMUSI, KESPEKRI, GSBI, dan Kubu Pancasila.
Ø Pada tahun
1962, organisasi PKPN yang mendapat dukungan penuh dari kalangan militer mengadakan kongres di Jakarta, dan mengubah nama menjadi
Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia (SOKSI). Organisasi ini dipimpin
oleh Jendral Suhardiman. SOKSI kemudian
menjadi organisasi yang menyaingi keberadaan SOBSI dengan cara melemahkan
gerakan buruh.
Ø Perkembangan Demokrasi Terpimpin dari
Soekarno agaknya semakin
menyulitkan gerakan buruh dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang Pencegahan Pemogokan dan/
atau Penutupan (Lock Out), lalu Keputusan Presiden Nomor 123 tahun 1963, tentang
pelarangan pemogokan di sejumlah perusahaan.
G30S/? : Misteri yang Merugikan Gerakan Buruh
Ø Pemerintah sampai sekarang masih
menganggap bahwa Peristiwa
Gerakan 30 September merupakan aksi
pemberontakan yang dilakukan oleh PKI. Hal itu telah didaulat menjadi ajaran
dalam buku-buku sejarah sekolah dan film-film tentang kekejian PKI yang setiap
tahunnya diputar. Namun apakah benar PKI sebagai dalang? Kontroversi sejarah
ini sedikit demi sedikit mulai terkuak pasca reformasi 98. Dalam beberapa
penelitian sejarah, terdapat paling tidak 4 kemungkinan aktor utama yang telah melahirkan
peristiwa tersebut. Pertama adalah Angkatan Darat dibawah komando A.H Nasution;
Kedua adalah Soeharto; Ketiga adalah PKI; dan Keempat adalah CIA.
Ø Terlepas dari kontroversi ini, setelah
militer mengumumkan di radio dan koran-koran bahwa G30S didalangi oleh PKI, (saat itu
koran-koran lain dilarang beredar) maka
terjadi penangkapan
dan pembunuhan besar-besaran terhadap anggota PKI dan anggota
organisasi-organisasi yang memiliki hubungan dekat dengan PKI, termasuk SOBSI,
yang dilakukan oleh militer dan beberapa organisasi pemuda. Dalam sebuah
penelitian disebutkan bahwa korban yang tewas dari tahun 1965 sampai 1967
sebanyak 1,5 juta jiwa. Saat itu mayat yang bergelimpangan di sungai-sungai
menjadi pemandangan yang biasa. Selain itu ribuan orang juga dipenjara tanpa
proses pengadilan.
Ø Saat itu SOKSI dibubarkan dan dinyatakan
sebagai organisasi terlarang. Sebagian besar organisasi buruh lain diluar SOBSI
yang tergabung dalam Sekber Buruh kemudian bersama-sama militer membentuk
Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI) dalam rangka mendukung Orde Baru.
Bersambung...
0 komentar:
Post a Comment
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Redaksi SGBN. Kami berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.
Untuk saran, koreksi dan hak jawab, atau pengiriman press rilis, silahkan mengirimkan email ke sgbnweblog@gmail.com