Trimurti, Perempuan Pejuang & Menteri Perburuhan Pertama Indonesia Yang Bersahaja

Mantan menteri perburuhan pertama di indonesia,  dengan rumah kontrakan di akhir hayat

Awal kehidupan
Satu pahlawan dengan teladan kesahajaannya yang tak bisa dilupakan dalam perjuangan bangsa ini adalah SK Trimurti atau lengkapnya Surastri Karma Trimurti.
 
Istri dari Sayuti Melik ini mengawali pengabdiannya menjadi pengajar, tetapi dirinya lebih terkenal sebagai jurnalis di Indonesia.

Sebelum fase kemerdekaan, dia adalah jurnalis dengan pena yang tajam. Tak jarang dia sering keluar masuk bui. Meskipun kerap bolak-balik masuk penjara dan mengalami siksa sampai harus melahirkan anak pertamanya di balik jeruji besi, tangan Trimurti tidak pernah berhenti menulis.

Perempun berani yang di lahirkan di tengah keluarga Keraton Kasunanan Surakarta pada 11 Mei 1912 ini.  Ayahnya, R. Ng. Salim Mangunsuromo, yang kental dengan budaya dan pikiran yang feodal, hanya mengajari Trimurti bahwa perempuan pada akhirnya akan menjadi seorang istri. Karena itu, ajaran pertama yang didapatnya hanya: marak (setia pada suami), macak (pandai menghias diri), masak (pandai memasak), dan manak (bisa melahirkan anak).

Namun, pandangan itu mulai berubah setelah Trimurti menyelesaikan pendidikannya di Meisjes Normaal School (Sekolah Guru Perempuan). Saat itu, ia bekerja sebagai guru di sekolah khusus anak perempuan (Meisjesschool). “Selama mengajar, saya makin akrab dengan buku-buku. Tapi saat itu saya lebih memusatkan perhatian pada buku-buku politik,” ujar Trimurti.

Namun, situasi penjajahan saat itulah yang paling mendorong Trimurti untuk terlibat gerakan politik. Ia menjadi anggota Rukun Wanita dan beberapa kali mengikuti rapat-rapat Boedi Oetomo cabang Banyumas. Namun, saat itu langkah politik Trimurti masih moderat.

Pada tahun 1930, ia mulai berkenalan dengan tulisan-tulisan dan pidato Bung Karno. Ia juga sering mendengar pidato Bung Karno yang menggelegar dari radio. Sejak itulah pemikiran politik radikal mulai merasuki Trimurti. Begitu Bung Karno keluar dari penjara, tahun 1932, ia segera bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo)–pecahan Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
Ia kemudian pindah ke Bandung. Di sana ia mengajar di sekolah pergerakan yang didirikan oleh tokoh nasionalis Sanusa Pane, yakni Perguruan Rakyat. Di sana pula Trimurti mulai bertemu langsung dengan Bung Karno. Ia mulai aktif dalam kursus-kursus politik yang digelar oleh Partindo. Bung Karno jadi pengajarnya.

Bung Karno pula yang memicu bakat jurnalisme Trimurti. Suatu hari Bung Karno mengajak Trimurti menulis di korannya, Fikiran Ra’jat. “Tri, ayolah nulis,” ujar Bung Karno. Karena Fikiran Ra’jat adalah majalah minggu politik populer, yang penulis-penulisnya adalah tokoh terkenal, Trimurti pun merasa segan. “Saya ndak bisa,” Jawab Trimurti. Tetapi Bung Karno bersikeras agar Trimurti bisa menulis.

Trimurti belajar keras, ia belajar merangkai kalimat demi kalimat. Alhasil, dalam waktu singkat ia berhasil. Tulisan-tulisannya tajam dan garang. Tahun 1936, ketika ia bergabung dengan Persatuan Marhaeni Indonesia (PMI) di Jogjakarta, Trimurti menjadi pemimpin redaksi majalah “Soeara Marhaeni. 

Selain terkenal tajam dengan goresan penanya, Trimurti juga menjelma menjadi ahli pidato. Pidatonya selalu membakar semangat peserta Rapat Umum. 

SK Trimurti Dan Gerakan Kemerdekaan Indonesia

Dia menjadi aktif dalam gerakan perjuangan kemerdekaan indonesia sejak tahun 1930, secara resmi bergabung dengan nasionalis Partindo (Partai Indonesia) pada tahun 1932, tak lama setelah menyelesaikan sekolahnya di Tweede Indlandsche School.

Trimurti memulai karirnya sebagai guru SD setelah meninggalkan Tweede Indlandsche School. Dia mengajar di sekolah-sekolah dasar di Bandung, Surakarta dan Banyumas pada tahun 1930 an.  Tahun 1936, Trimurti di tangkap oleh pemerintah kolonial Belanda karena mendistribusikan leaflet anti kolonial. Trimurti dipenjara selama sembilan bulan di Penjara  perempuan, di Bulu Semarang.

Trimurti beralih karier dari mengajar ke jurnalisme  setelah dia dibebaskan dari penjara. Dia semakin di kenal di kalangan jurnalistik dan kalangan gerakan anti-kolonial sebagai wartawan kritis. Trimurti sering menggunakan nama samaran ‘ Trimurti atau Karma dalam tulisan - tulisannya yang tajam. Belakangan orang lebih mengenal nama penanya, Trimurti, ketimbang nama aslinya, Surastri.

Trimurti juga pernah bekerja di sejumlah surat kabar di era nya, termasuk Pesat, Genderang, Bedung, dan Pikiran Rakyat. 
Sejak terjun dalam gerakan perjuangan kemerdekaan, anti kolonial. Penjara menjadi bagian dari rentang perjalanan hidupnya, karena acapkali Trimurti di tangkap, di penjarakan. Bahkan, menjelang kedatangan fasisme Jepang, Trimurti dipenjara bersama anaknya yang masih balita. Namun itu semua tidak membuat nya gentar apalagi membuat goyah keteguhan juangnya. Karena bagi diri nya, itu semua merupakan konsekuensi dari pilihan politik dan hidupnya.  
  
Tahun 1943, Trimurti diajak Bung Karno masuk ke Putera (Pusat Tenaga Rakyat). Namun, tak lama berdiri, Putera dibubarkan Jepang. Mereka kemudian dipaksa masuk Jawa Hokokai. Trimurti pun tidak punya banyak pilihan. 

Bagi Trimurti, bergabung dengan Jawa Hokokai bukan berarti kooperatif dengan Jepang. “Tapi justru sebagai taktik dan strategi untuk menggunakan “kereta” itu bagi perjuangan kami,” ujarnya.

Trimurti juga menyaksikan dari dekat detik-detik menuju Proklamasi Kemerdekaan. Tapi tak hanya menyaksikan, Ia bagian dari proses itu sendiri. Ketika Proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan Bung Karno di kediamannya, Pegangsaan Timur 56, Trimurti ditawari untuk menjadi salah satu pengerek bendera Merah-Putih. Namun, ia melimpahkan tawaran itu ke Latief Hendraningrat.


Paska Kemerdekaan


S. K. Trimurti, Gerakan Perburuhan, dan Gerakan Perempuan Indonesia

Usai Proklamasi Kemerdekaan, Trimurti menjadi tenaga penting bagi berjalannya roda pemerintahan Republik muda ini. Awalnya, ia menjadi pimpinan pusat Partai Buruh Indonesia (PBI). Ketika Kabinet Amir Sjarifuddin dibentuk, Trimurti, yang juga di kenal masyhur sebagai seorang pembela dan pejuang kaum buruh. Kemudian Ia diminta oleh Setiajid, salah satu anggota formatur kabinet yang juga rekan separtainya untuk mengisi posisi Menteri Perburuhan.

Pertama, ajakan menjadi menteri dijawab spontan, tidak!

"Saya merasa tidak mampu, saya belum pernah menjadi menteri," kata Trimurti dikutip dari buku SK Trimurti, wanita pengabdi bangsa karya Soebagijo IN terbitan PT Gunung Agung. Mendengar jawaban Trimurti, Setiajid menukas. "Bung Karno juga belum pernah menjadi presiden.

"Semalaman Trimurti berpikir sebelum menerima jabatan sebagai menteri. Bagi Trimurti, jabatan adalah harus bisa dipertanggungjawabkan, tidak bisa asal diambil karena menjanjikan kedudukan. Posisi sebagai menteri dijalani Trimurti dengan penuh pengabdian meskipun kondisi bangsa yang semrawut dalam bidang politik dan ekonomi akibat rongrongan Belanda.
Akhirnya, sejarah mencatat: Trimurti adalah Menteri Perburuhan pertama di republik ini, dari tahun 1947 hingga 1948. Semasa menjadi Menteri, ia aktif memperjuangkan UU perburuhan baru sebagai ganti UU perburuhan kolonial.

Jika ada mantan menteri yang merasakan berbagai macam penderitaan demi kemajuan bangsa dan negaranya, salah satunya adalah SK Trimurti. Suka duka silih berganti, keluar masuk penjara, hidup melarat, dikejar-kejar musuh, berpisah dengan keluarga menebalkan semangat pengabdian SK Trimurti pada bangsa dan negaranya.

Berbeda dengan kehidupan mantan menteri di zaman sekarang ini, Trimurti selama sisa hidupnya terang-terangan menolak semua pemberian dan fasilitas negara. Padahal itu adalah haknya.

Trimurti adalah sosok pejuang yang tidak pernah setuju dengan ungkapan: tujuan menghalalkan setiap sarana (Het doel, heilight de midellen). Sebab kalau begini, orang bisa menyiksa, mengkhianati orang lain, mencelakakan orang lain demi tujuan pribadi atau golongan.

Pendiri Organisasi Gerakan Wanita Indonesia

Ketika Kabinet Amir berakhir di tengah jalan, Trimurti kembali ke Jakarta. Ia aktif mengorganisir gerakan perempuan. Akhirnya, pada tahun 1950-an, bersama sejumlah aktivis perempuan lainnya, Ia mendirikan Gerakan Wanita Indonesia Sedar atau Gerwis. yang kemudian, Gerwis berganti nama menjadi Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia).

Tahun 1959, Trimurti diangkat Bung Karno menjadi Anggota Dewan Nasional. Tahun berikutnya ia ditunjuk sebagai anggota Dewan Perancang Nasional (Depernas). Dan pada saat itu, ketika Kabinet jatuh-bangun, Bung Karno menunjuk Trimurti sebagai Menteri Sosial. Tetapi Trimurti menolak. Ia merasa tidak bisa mengembang banyak tugas sekaligus. Ia menyampaikan keberatannya kepada Bung Karno.

Dia kembali ke perguruan tinggi ketika ia berusia 41 tahun , melanjutkan pendidikan formalnya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan tamat pada 1960.

Pada kurun 1962-1964, sarjana ekonomi ini semakin mematangkan studinya dalam bidang ketenagakerjaan. Beliau tidak hanya diutus pemerintah RI ke Yugoslavia untuk mempelajari Worker’s Management (Manajemen/Pengurusan Para Pekerja), melainkan juga berangkat ke negara-negara Sosialis lainnya di Eropa untuk mengadakan studi perbandingan mengenai sistem ekonomi.
Lalu lantaran dedikasinya dinilai mumpuni terhadap dunia perburuhan, maka Trimurti diangkat sebagai anggota dewan pimpinan Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YTKI).

Atas jasanya dalam masa perintisan kemerdekaan, Presiden RI Soekarno menganugerahkan Bintang Mahaputra Tingkat V kepada Soerastri Karma Trimurti.

Dengan kesederhanaan dan keterbatasan ekonomi Trimurti menjalani hidupnya hingga berhenti di ujung umur yang ke 96. Penyakit tekanan darah tinggi dan gangguan hemoglobin merenggut nyawanya. Trimurti meninggal di RSPAD Gatot Soebroto. Sebelum meninggal, Trimurti tinggal di rumah kontrakan yang sempit di Bekasi.

Di rumah kontrakannya, di antara deretan foto-fotonya bersama keluarga, terdapat sebuah lukisan yang paling besar bergambar Bung Karno menyematkan Bintang Mahaputra tingkat V padanya.

Kepada Trimurti, Soebagijo IN mengutipkan terjemahan syair dari Henriette Roland Horst. "Bukanlah kami pembina bangunan candi, kami hanyalah pengangkut batu. Kami adalah angkatan yang harus punah, agar dari kubur kami tumbuh angkatan yang lebih megah." Trimurti juga tidak pernah mengaku sebagai pembina bangunan candi, tetapi tak bisa dipungkiri sejarah, dia dan pejuang lainnya ikut mendirikan dan membangun bangsa, yang kini bernama Republik Indonesia.



* Dari berbagai sumber.



Red. Proletar 
Sebarkan Artikel Ini :
Sebar di FB Sebar di Tweet Sebar di GPlus

Tentang Unknown

Website ini tentang persatuan dan konsolidasi Perjuangan Buruh dari Serikat Buruh di tingkat basis, perusahaan maupun federasi lokal serta nasional untuk menuntaskan tugas sejarah perjuangan buruh Indonesia. Berjayalah Kaum Buruh Indonesia!
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment

Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Redaksi SGBN. Kami berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.
Untuk saran, koreksi dan hak jawab, atau pengiriman press rilis, silahkan mengirimkan email ke sgbnweblog@gmail.com