Masih sampai dengan saat ini kaum
buruh, rakyat pekerja indonesia dihadapkan pada kenyataan yang masih menindas,
menghimpit hidupnya yang belum berkesudahan.
Diseparuh terakhir tahun 2015 ini kembali memasuki
waktu untuk penentuan upah tahunan bagi buruh di indonesia sebagaimana
mekanisme yang berlaku. Khususnya dibulan November nanti upah (UMK/UMP) tahun 2016 akan
ditetapkan dan berlaku per/1 Januari. Artinya, kondisi, nasib dan kesejehtaraan
kaum buruh satu tahun kedepan akan kembali dipertaruhkan, ditentukan dalam
waktu dekat ini.
Mengambil pelajaran dan pengalaman tahun - tahun sebelumnya, dimana kehendak modal dan pemerintah, kekuasaan anti
buruh akan memberikan upah yang rendah, upah murah, bertolak belakang dengan harapan kaum buruh. Menelisik penentuan upah dari tahun
ke tahun, sejatinya
upah yang berlaku selama ini sebatas perubahan nominal, tidak ada kenaikan riil, tidak lebih dari sekedar perubahan angka - angka yang tidak pernah mampu mendongkrak
taraf hidup kaum buruh menjadi lebih layak dari sebelumnya. Upah berubah,
dikepung kenaikan harga kebutuhan
lainnya yang niscaya ( karena
harga - harga yang tidak konstan), ditengah negara tidak serta merta mencukupi kebutuhan social mendasar
lainnya.
Sehingga untuk bisa memenangkan
kesejahteraan, mendapatkan upah yang riil,
kaum buruh tidak boleh lengah, sudah harus bersiap kembali bergerak untuk menyongsong penentuan upah
tahunan ini dengan kesiapan yang lebih maju dari sebelumnya dan harus segera
dimulai segera dengan bersama, dalam kekuatan persatuan perjuangan gerakan
buruh yang lebih padu, beriringnya setiap massa buruh disemua tingkatan dan
memformulasikan strategi berlawan yang meluas disemua tempat.
Pimpinan - pimpinan organisasi
buruh pada level pusat, nasional harus berperan mendorong terjadinya pertemuan
padu ditingkatan massa basis diberbagai tempat untuk bergerak dan berlawan
berbareng, dan pimpinan - pimpinan organisasi harus belajar dan mengambil
pengalaman riil untuk tidak menyandera interaksi dan persatuan massa buruh yang
sejatinya menyimpan dan mempunyai daya, jauh lebih mumpuni ketibang kekuatan
pikiran, kekuatan tenaga dan kekuatan keberanian pimpinan semata. Dari masifnya
interaksi ditingkatan massa buruh disemua tempat dan kesempatan, dipimpin oleh persatuan demokratis organisasi
buruh dan kekuatan rakyat pekerja yang berlawan untuk memuarakan perlawanan
serentak nasional yang berkelanjutan hingga pada titik terjauh dari daya
perlawanan ini, mencapai tuntutan yang dikehendaki bersama.
Pun pada momentum upah tahun ini
kaum buruh sudah harus keluar dari pola pikir yang mekanis dan masih memandang
perjuangan upah layak sebatas upah-ansih, yang telah memberikan pelajaran - pelajaran penting disetiap
tahunnya. Kaum buruh indonesia, selain berkeharusan melipatgandakan tenaga,
strategi dan taktik perjuangan menjadi semakin kuat dan hebat. Harus pula
melekatkan upaya - upaya perjuangan upahnya dengan cara - cara pasti
mempersiapkan senjata utamanya demi menyudahi upah murah, menyudahi kepedihannya
dan utamanya menyudahi cengkeraman pemerintahan
borjuasi, dari kungkungan KAPITALISME.
Dengan pendalaman pemahaman
mendasar secara terus menerus dalam menganalisa upah dari pangkal hingga
ujungnya, yang melatar belakangi keadaan buruk selama ini, untuk memperterang
arah juang kita, menjadi tak tertawarkan dewasa ini untuk diinsyafi kaum buruh.
Upah: konsekuensi
kapitalisme
Upah dikenal pertama kali sejak perkembangan masyarakat memasuki
periode kapitalisme, yakni periode yang menggantikan jenis penghisapan hasil
kerja oleh tuan tanah/kerajaan kepada kaum tani melalui tanah. Kapitalisme
sendiri (sebagai sistem yang berdasar pada akumulasi modal dan eksploitasi
nilai lebih) bermula saat produktivitas tanah mengalami kemunduran dan disaat
yang sama perdagangan berkembang ke titik pertemuan nya dengan “tukang-tukang”
yang mulai terkonsentrasi kedalam sebuah lokus produksi di kota-kota. Saat itu
upah dikeluarkan oleh para pedagang untuk memberi imbalan atas kerja para
tukang dalam menghasilkan barang-barang yang selanjutnya menjadi milik
pedagang. Setelah mendapat imbalan atas kerja nya menghasilkan barang itu, para
tukang sebenarnya telah resmi menjadi kelas pekerja/buruh.
Sehingga sejatinya upah merupakan nilai/harga yang diberikan pemilik
alat-alat produksi (modal) terhadap “kerja” yang dimiliki buruh, sekaligus
instrumen pembentuk ‘kelas’ buruh maupun kapitalisme itu sendiri. Namun dalam
kapitalisme, nilai upah tidak datang dari berapa banyak nilai maupun keuntungan
yang telah dihasilkan oleh kerja. Karena jika begitu, semua nilai ekonomi yang
bertambah atau keuntungan yang didapat pemilik modal sudah seharusnya juga
diberikan kepada buruh sebagai pemilik kerja, karena sudah tentu nilai itu
berasal dari kerja. Tetapi yang terjadi
tidak demikian. Pemilik modal lah yang selalu mendapat keuntungan dari kerja
walau dia sering tidak melakukan kerja apa-apa.
Nilai ini juga ternyata tidak datang dari kebutuhan sepantasnya tenaga
kerja (buruh/pekerja) sebagai manusia, seperti di-ilusikan penguasa lewat upah
berbasis Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Kalau hal ini benar, tentu saja “layak”
yang dimaksud bukan lah hasil dari komponen-komponen kebutuhan manusia yang
sangat minimalis demi hanya hidup keesokan harinya untuk bekerja kembali.
Ketika dihadapkan dengan konsep “layak”, pemilik modal pun segera membentuk standar ganda. Di satu sisi
meninggikan kelayakan bagi dirinya (sehingga tidak sudi keuntungan nya dibatasi
atau berkurang sedikit pun), sedangkan di sisi lain merendahkan kelayakan bagi
buruh.
Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sendiri, walau merupakan produk
perjuangan kelas, namun jika tanpa penerapan yang tegas dan ketat oleh negara,
akhirnya masih menjadi salah satu cara yang dipakai negara untuk meperdaya
buruh bahwa mereka peduli terhadap kesejahteraan buruh. Karena ketika KHL
berhadapan dengan pertumbuhan ekonomi, kapasitas industri dan produktivitas
perusahaan, UMP menjadi sah-sah saja berada dibawah KHL. Disaat sebuah
perusahaan ‘mengklaim’ tidak mampu membayar UMP, menjadi sah-sah saja
pemberlakuan upah dibawah UMP. Dalam banyak pelanggaran normatif tentang upah,
negara pun lebih banyak menghilang. Sehingga UMP yang ditetapkan oleh negara
sendiri harus direalisasikan dibawah tekanan dan gempuran terus-menerus dari
kaum buruh. Padahal, disaat buruh merelakan dirinya bekerja dibawah KHL
sehingga harus mengurangi jatah makan dan jatah belanja nya atas alasan
“pertumbuhan ekonomi” dll, apakah pemodal juga melakukannya? Tentu saja tidak.
Konsep layak pun akhirnya berada dalam dua dunia, dimana pemodal memiliki
kelayakan yang berbeda dari buruh dalam menjalankan kehidupan nya, walau
sama-sama hidup sebagai manusia.
Dalam bengisnya sistem penindasan dan persaingan manusia atas manusia
(oleh kapitalisme) yang menjadikan semuanya setara barang-dagangan, manusia sebagai
pemilik kerja pada akhirnya tidak terlepas dari hukum permintaan dan penawaran
ini. Besar kecilnya nilai upah, suka tidak suka akhirnya dipengaruhi dua faktor
paling alami: seberapa banyak terdapat alat produksi yang membutuhkan tenaga
kerja (lapangan pekerjaan), dan seberapa banyak terdapat tenaga kerja yang
menjual tenaga nya (angkatan kerja).
Tetapi faktor alami diatas tidak otomatis membentuk upah. Buruh
sebagai satu-satunya faktor produksi yang bergerak selalu menjadi biaya
produksi yang paling elastis/bergerak dihadapan para pemodal. Untuk itu, dalam
kapitalisme, pengurangan biaya produksi demi pemaksimalan keuntungan terutama
dijatuhkan pada buruh (bukan pada bahan mentah atau mesin-mesin yang masuk
dalam biaya tetap). Demikian hal nya buruh, karena merupakan satu-satunya
faktor yang hidup dan berpikir, merupakan satu-satunya faktor yang dapat
menggerakkan produksi sekaligus mendapat kesadaran tertentu dari proses
produksi. Dan inilah yang sejatinya membentuk upah buruh dari awal kemunculannya,
yaitu nilai tawar antara buruh (yang
memiliki kerja) dan pemodal (yang memiliki alat produksi). Sejatinya buruh
sebagai poros yang paling inti dan
menentukan sendi perekonomian yang akhirnya menentukan pri penghidupan, dan
inilah yang mestinya menjadi tuntunan pikiran dan tindakan juang gerakan buruh
indonesia saat ini.
Perjuangan Politik Kaum
Buruh
Dalam momentum perjuangan upah tahun - tahun sebelumnya yang
menunjukan kebangkitan kaum buruh yang pernah ada tidak boleh dibiarkan merosot
ditahun ini dan selanjutnya, ditengah capaian kesadarannya telah menginsyafi kebutuhan
perjuangan politiknya.
Dalam pengertian perjuangan untuk upah riil yang mensejahterakan
sebagai tuntutan kaum buruh, berkait erat dengan sistem penghisapan/penindasan
oleh negara, tidak terpisah dari kekuatan apa dan bagaimana kekuasaan yang
bercokol dan mengatur hidup kaum buruh, rakyat pekerja indonesia.
Untuk itu, perjuangan upah riil sebaik-baiknya sudah menghantarkan
pada manifestasi kekuatan politik riil, partai kaum buruh yang tidak dikooptasi
oleh kekuatan borjuasi. Perjuangan upah riil bukan sebagai ujung dari momentum
upah tahun ini, melainkan pembuka jalan menjadi lebih lapang, penguat fondasi
untuk mulai mengarah pada pengakumulasian daya membangun partainya sendiri untuk
menentukan nasibnya sendiri yang selama ini dititipkan ditangan dan pundak para
penghisap dan penindas kaum buruh.
Kaum buruh sudah harus lebih maju, tidak saja untuk mengerti peran dan
posisi nya secara ekonomi, tetapi juga secara politik. Apa yang telah diciptakan
nya bagi negara dan seluruh rakyat harus disimpulkan menjadi kewenangan nya
terhadap kebijakan-kebijakan yang menentukan nasib negara dan seluruh rakyat.
Disini kaum buruh tidak lagi merengek-rengek untuk meminta sedikit dari apa
yang telah dihasilkannya dalam ekonomi, melainkan merebut haknya untuk mengatur
apa yang telah dihasilkannya, yakni merebut hak nya untuk mengatur negara.
Perjuangan dengan keras untuk mendapat upah yang setinggi - tingginya
harus dikobarkan sehebatnya dengan pula memastikan perwujudan partainya kaum
buruh bersama rakyat tertindas lainnya yang tidak boleh lagi berhenti pada
jargon dan slogan semata. Tidak bisa lagi hanya menggantungkan pada gelintiran
elit, pimpinan buruh yang hanya berorientasi pada karir dirinya semata, yang
tidak percaya dengan kehendak dan daya massa buruh. Dimulai dengan pemahaman
massa buruh atas upah dan kaitannya dengan politik, dengan kekuasaan melalui
diskusi maupun pendidikan politik tingkatan massa, melancarkan serta
menggencarkan propaganda poilitik bersama, membangun persatuan - persatuan politik
kaum buruh disemua tempat seiring persatuan perjuangan upah riil pada level
massa buruh. Disusul mobilisasi - mobilisasi seruan perwujudan partai politik
kaum buruh dan rakyat tertindas dengan issue serta tuntutan rakyat pekerja
secara umum dan mendasar, hingga pada suatu pemuaraan Deklarasi Akbar
diberbagai tempat yang berisi persatuan
- persatuan massa buruh ditambah bersama rakyat tertindas lainnya yang tersebar
dan bukan deklarasi elit dan gelintir pimpinan semata yang terpusat.
Kita tidak ingin tahun ini masih berjuang mekanis yang telah kita tahu
benar adanya, jika masih berjalan ditempat untuk upah yang tetap murah, dan
tahun selanjutnya pun akan selalu sama, jika tidak dimulai sedari sekarang
dengan bersama - sama dalam persatuan gerakan perjuangan politik rakyat pekerja
yang bebas dari elit borjuasi manapun.
Maka SENTRAL GERAKAN BURUH
NASIONAL menyampaikan :
Pertama : bahwa kaum buruh indonesia sudah harus
bergerak bersama dan berjuang bersama menyongsong upah riil nasional secara
serentak dengan persatuan - persatuannya diberbagai tempat pada tingkat massa
buruh, melancarkan aksi - aksi bersama untuk upah riil nasional yang
mensejahterakan sejak sekarang dan selanjutnya ;
Kedua : karena sedemikian besar tugas politik
kaum buruh dalam kapitalisme, maka perjuangan ini harus juga dibarengi dengan
usaha membangun partai politik nya sendiri yang bebas dari kepentingan modal
dalam rangka merebut kekuasaan negara : memproses perwujudan partai politik
kaum buruh dan rakyat tertindas lainnya lebih kongkrit, dengan pendalaman dan
peningkatan kesadaran politik bersama - sama ditingkatan persatuan massa buruh
dimanapun ;
Ketiga : Upah, Aksi dan Partai, sudah harus melekat
dan menjadi kesadaran maupun tindakan perjuangan kaum buruh indonesia dalam
menyongsong upah tahun 2016, bertopang pada persatuan perjuangan gerakan massa
buruh diberbagai tempat ;
Upah, Aksi Dan Partai, demikian Pernyataan Sentral Gerakan Buruh
Nasional dalam menyongsong perjuangan upah 2016.
“ Tidak lagi menitipkan,
melainkan kita yang menentukan “
UPAH, AKSI DAN PARTAI
Jakarta, 06 Agustus 2015
DEWAN PENGURUS NASIONAL
SENTRAL GERAKAN BURUH NASIONAL
( DPN SGBN )
AHMAD SARIPUDIN
Ketua Nasional
0 komentar:
Post a Comment
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Redaksi SGBN. Kami berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.
Untuk saran, koreksi dan hak jawab, atau pengiriman press rilis, silahkan mengirimkan email ke sgbnweblog@gmail.com