Di Persiapkan Dari Bawah !
Bangun Persatuan -
persatuan, Komite-Komite
Mogok Kawasan, Kota dan Daerah, hingga Nasional !
Kenaikan
harga BBM oleh Jokowi – JK memicu perlawanan dan kemarahan rakyat pekerja
hingga saat ini. Membantah pelecehan JK yang menakar kemarahan
rakyat, meremehkan
perjuangan kaum buruh hanya dalam hitungan tidak lebih dari 2 minggu. Kaum buruh
dan rakyat justeru menjawab dengan hantaman besar perlawanan. Aksi - aksi serentak berskala nasional terus
terjadi dan membesar. SGBN yang menjadi bagian di dalam PPRI. Bersama
organisasi buruh, mahasiswa dan rakyat lainnya bergerak serentak di tanggal 26
November 2014 lalu. Meskipun media mainstream, pembela - pembela elit dan pembela
Jokowi masih memoles topeng dengan OMONG KOSONG nya agar JOKOWI tetap tampak
“ pro buruh “ !.
Kaum buruh
dan rakyat tidak bodoh untuk terus di perdayai dan karenanya terus melawan
kebijakan rezim neolib anti rakyat. Buruh masih di upah murah,
subsidi di cabut dan harga BBM di naikan untuk melayani modal. Kebutuhan sosial
rakyat pekerja yang masih menjadi barang mahal, pendidikan, kesehatan, rumah
tinggal serta harga - harga kebutuhan hidup yang ke semuanya kian mencekik
leher buruh dan rakyat.
Sejak aksi serentak nasional
PPRI 26 November dengan menyerukan MOGOK NASIONAL untuk menggagalkan kenaikan
harga BBM dan menuntut upah riil, layak. Di sambut berikutnya oleh seruan 3
konfederasi srikat buruh ( KSPI, KSPSI & KSBSI) pada 28 November 2014 dan
merencanakan MOGOK NASIONAL pada tanggal 10 dan 11 Desember 2014 dengan
beberapa tuntutannya.
Rencana
penggunaan senjata mutakhir kaum buruh, MOGOK, di titik ini patut di hormati
dan di junjung. Demi kemajuan perspektif dan daya juang kaum buruh secara ekonomi maupun politik. Namun
dalam catatan utama sejarah
mogok nasional yang telah terjadi sebanyak 2 kali, senjata ampuh kaum buruh ini
senyatanya belum digunakan secara maksimal dan matang. MOGOK NASIONAL yang tidak
maksimal dan mendalam penyiapannya, terbukti berkonsekuensi pada pukulan balik bagi kaum buruh yang
mengakibatkan berbagai kemunduran: demoralisasi, perpecahan, penghianatan, dan
sebagainya.
Ini dicatat dengan baik saat Mogok Nasional 2 dimana
mogok bukan hanya gagal memenangkan tuntutan. Justru tidak sedikit korban dari
kaum buruh yang berjuang dan menjadi tombak terdepan dari
penggunaan senjata MOGOK. Terkena kekerasan saat mogok maupun yang terkena sanksi pengusaha dengan beragam bentuknya seusai mogok.
Anehnya lagi saat itu, ‘pemimpin tinggi’
(baca: elit) serikat buruh yang mendorong mogok, yakni KSPI. Justru MENCABUT laporan yang telah lengkap dan
diserahkan pada Kejaksaan (P-21) oleh beberapa pihak yang secara sukarela
mengadvokasi kasus kekerasan dalam mogok tersebut. Hal ini menjadi
tanda Tanya besar dan patut di pertanyakan, jika para elit serikat buruh sebagai pemimpin mogok
justru lebih rela ‘berdamai dengan musuh’, ( tanpa berembuk dalam pengambilan
keputusannya bersama pimpinan serikat buruh lainnya) dibanding ‘memberi pelajaran’ bagi
musuh-musuh kaum buruh.
Di susul
lagi dengan tindakan SALAH KAPRAH berikutnya, elit serikat buruh pula yang menentukan sepihak
intervensi keblinger dalam Pemilu 2014 lalu – dengan mendukung salah satu calon—
dan menempatkan kepala kaum buruh pada pertaruhan yang hanya diketahuinya
sebatas program diatas kertas.
Ini konsekuensi jika elit serikat buruh merasa bahwa
pengetahuan perjuangan dan pengetahuan politik hanya milik para pimpinan serta
takut jika massa (anggota) serikat buruh mendapat pengetahuan dan pendidikan
politik yang sama dan setara dengannya.
Namun untungnya, dalam rencana dan niat mogok nasional
jilid 3 yang telah diumumkan, para elit serikat buruh seakan tersadar, terkait belum matangnya persiapan sehingga menunda
jadwal mogok bagi persiapan-persiapan menuju mogok.
Kita pun mengakui dari awal bahwa pengumuman mogok
10-11 Desember merupakan sesuatu yang premature. Namun keanehan baru tercipta
disaat persiapan mogok oleh 3 konfederasi ‘besar’ justru dilakukan di tempat
yang jauh dari pabrik-pabrik yang dihuni para buruh yang belum sadar pada
esensi mogok dan belum pernah terlibat dalam mogok nasional. Ini penting
untuk diluruskan.
2 kali Mogok Nasional Yang “ Tak Tersiapkan “ Dari Bawah - Harus Di Ubah !
Sejarah dapat berubah. Mogok nasional yang ‘kalah’
dapat diubah menjadi mogok nasional dengan kemenangan yang menentukan. Tetapi
perubahan itu hanya mungkin terjadi jika ada syarat-syarat pula yang berubah
dari sekedar mogok nasional yang dikobarkan di media massa oleh para
pimpinan serikat buruh tanpa persiapan masiv di
bawah, di tingkat
pabrik dan kawasan.
Oleh karenanya, dalam rangka memaknai 10-11 Desember
sebagai persiapan menuju mogok nasional, kita perlu dan harus mempersiapkan
kesadaran kaum buruh dari tingkat pabrik, kawasan, perkampungan dan kota, yang utama BUKAN dengan
memobilisasi
massa ke pusat-pusat pemerintahan atau bahkan ke bunderan HI. Kaum buruh sadar kelas, penting menyebarkan
pengetahuannya tentang kebutuhan mogok nasional melalui konvoi kawasan,
selebaran massal, dan merangkul sebanyak-banyaknya kaum buruh yang telah
berserikat maupun yang belum berserikat dari tiap pabrik dan kawasan bagi
pembentukan komite-komite mogok serta perencanaan mogok nasional secara
bersama. Tapi bukan berarti tanggal 10-11 Desember kaum buruh dilarang untuk
mogok. Pabrik-pabrik yang dikunjungi atau menyatakan diri akan ikut dalam
pemogokan nasional dapat membangun latihan-latihan mogok di tiap pabrik. Tiap
pabrik yang buruhnya (baik berserikat ataupun tidak berserikat) bersepakat
membangun komite mogok kawasan harus dicatat dan dikumpulkan dalam suatu pertemuan - pertemuan bersama, Rapat rapat Akbar.
Dengan pra-kondisi tersebut, syarat mogok yang benar bagi kemenangan
yang menentukan semakin mungkin dicapai.
Syarat itu meliputi beberapa hal yang (sengaja) diabaikan
elit serikat buruh dalam 2 kali mogok nasional sebelumnya, yaitu :
Pertama, Mogok Nasional harus menjadi
milik bersama kaum buruh dan rakyat Indonesia secara keseluruhan: ditentukan
bersama, dirancang bersama, dipimpin bersama, dikawal bersama hingga diakhiri
bersama. Yang dimaksud tentu saja bukan kebersamaan para elit pimpinan
serikat semata, melainkan kebersamaan massa buruh dalam merencanakan mogok
nasional. Sebagai formulasinya, di tiap-tiap kota/daerah dan kawasan-kawasan
industri, harus dibangun komite-komite mogok yang mencakup unsur-unsur buruh
dari tiap pabrik (baik yang berserikat maupun tidak) yang bersepakat untuk
menggelar mogok nasional.
Pembangunan
komite-komite mogok ini juga akan memetakan dan mengantisipasi dengan matang
hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dari pengalaman mogok selama ini.
Kedua, Mogok Nasional harus
melumpuhkan sebagian besar produksi dan distribusi barang khususnya yang
penting dan menentukan dalam perekonomian. Keampuhan mogok nasional
bagaimanapun sangat ditentukan oleh tekanan dari lumpuhnya produksi dan
distribusi yang beroperasi mengakumulasikan modal para pemodal. Adanya
komite-komite mogok dari tingkat kawasan akan mempermudah pencapaian hal
tersebut.
Ketiga, Mogok Nasional harus dilakukan
sampai menang. Bukan diukur dalam 1 hari, bukan 2 hari, bahkan bukan 1
minggu jika belum mendapat kemenangan. Senjata terampuh adalah untuk
memenangkan tuntutan yang jelas dan tegas, bukan alat kampanye, apalagi
kampanye dan loby para elit serikat buruh. Sehingga, tidak boleh ada satu
pemimpin serikat buruh pun yang dengan seenaknya menghentikan mogok tanpa
capaian kongkret yang telah disepakati secara bersama.
Untuk mencapai pemenuhan poin ketiga, penting
merumuskan tuntutan tidak hanya secara umum, atau dalam kata lain tuntutan yang
mudah dipertukarkan satu sama lain (baca: tukar-guling) oleh para pimpinan
serikat, melainkan tuntutan minimal yang dijadikan desakan utama mogok diluar
tuntutan lainnya. Dan bagi kita, pembatalan kenaikan harga BBM, revisi
UMP/UMK, serta penghapusan outsourcing penting menjadi tuntutan yang utama
bagi mogok nasional sampai menang. Keutamaannya dibentuk dari keterhubungan
langsung tuntutan tersebut pada seluruh elemen buruh dan elemen rakyat lain
diluar buruh, yang memungkinkan mogok nasional berkembang dan didukung oleh
berbagai elemen rakyat; dalam arti tuntutan yang paling mungkin memaksimalkan
kekuatan gerakan.
Di titik ini gerakan buruh harus meninggalkan egoisme
sektoral-nya bagi masa depan kepemimpinan terhadap perjuangan seluruh rakyat.
Namun diluar itu, perlu juga menghadirkan
tuntutan-tuntutan lain sebagai kampanye (dan perspektif pencapaian gerakan
berikutnya) yang meliputi perubahan peraturan mengenai kompenen upah,
pendidikan gratis, kesehatan gratis (tanpa iuran seperti BPJS), perumahan
gratis, serta kebebasan dan demokrasi bagi rakyat dalam banyak segi.
Tentu saja
perubahan dalam syarat-syarat mogok nasional diatas terutama bukan diemban oleh
elit serikat buruh yang selalu gagal mendemokratiskan keputusan dari tingkat
bawah, namun oleh
kaum buruh sadar kelas, apapun pabriknya, apapun serikatnya.
Jika mempersiapkan mogok adalah mempersiapkan
kesadaran, maka memenangkan tuntutan sama perlunya dengan kebutuhan menampilkan
ekspresi kaum buruh sadar kelas yang tidak terkooptasi dan terilusi pada
elit-elit politik pemodal yang sampai sekarang masih bertengkar mendapatkan
jatah ekonomi-politiknya dalam negara sekaligus mencari muka pada rakyat. Maka
dari itu, gerakan mogok nasional ke-3 perlu mengajukan slogan politik:
“Bukan
Jokowi, Bukan Prabowo, Tapi Kekuasaan Kaum Buruh
& Rakyat!”;
“Tidak pada
Jokowi, Tidak pada Prabowo, Tapi pada Kekuatan Kaum Buruh
& Rakyat!”
Pada kesempatan ini Sentral
Gerakan Buruh Nasional ( SGBN ) menyerukan untuk :
BERGERAK SERENTAK - SENASIONAL pada tanggal 10 dan 11 Desember 2014.
Di kawasan - kawasan industri,
di pusat - pusat buruh dan rakyat pekerja berada.
Bangun, siapkan dan
konsolidaskan komite dan persatuan
persatuan kawasan, kota dan wilayah.
Siapkan MOGOK NASIONAL yang
sejatinya untuk mencapai kemenangan kaum buruh !.
Bangun Persatuan Buruh - Bangun Konfederasi Buruh Alternatif ;
Sentral Gerakan Buruh Nasional Menuntut :
- Gagalkan Kenaikan Harga BBM ;
- Upah Riil Nasional 4,5 Juta - Minimal Untuk Buruh Lajang ;
- Hapus Sistem Kerja Kontrak & Outsourching ;
- Pendidikan, Kesehatan & Perumahan Gratis ;
- Perlindungan Untuk Buruh Migran ;
- Undang - undang Perlindungan Buruh ;
Demikian
sikap Sentral
Gerakan Buruh Nasional ( SGBN ) jelang mogok
nasional ke-3 yang ditugaskan mencapai kemenangan menentukan. Sekaligus
mengangkat kepemimpinan kelas buruh terhadap gerakan rakyat keseluruhan. Sebagai salah
satu syarat dari penghancuran sumber dari segala sumber masalah: kapitalisme.
Akhir kata,
ingatlah selalu di setiap saat dan di setiap arena perjuangan kita: Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera !
Jakarta, 8 Desember 2014
Tertanda,
BADAN PEKERJA NASIONAL
SENTRAL GERAKAN BURUH NASIONAL
( BPN SGBN )
S U L T O N I
Koordinator Nasional
0 komentar:
Post a Comment
Disclaimer : Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan Redaksi SGBN. Kami berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan.
Untuk saran, koreksi dan hak jawab, atau pengiriman press rilis, silahkan mengirimkan email ke sgbnweblog@gmail.com